DPRD Malteng Pertanyakan Legalitas HGU PTPN XIV di Tanah Ulayat Negeri Tananahu
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Maluku Tengah mempertanyakan keabsahan Hak Guna Usaha (HGU) yang diklaim PTPN XIV Kebun Awaya atas tanah ulayat milik Negeri Tananahu, Kecamatan Teluk Elpaputih.
Isu ini mencuat dalam rapat Komisi II DPRD Malteng bersama manajemen PTPN XIV, pemerintah negeri, dan masyarakat Negeri Tananahu di Masohi, akhir pekan lalu.
Dalam pertemuan tersebut, pemerintah negeri dan masyarakat menolak tegas perpanjangan HGU PTPN XIV, yang masa berlakunya telah berakhir pada 31 Desember 2012.
Masyarakat menilai, setelah berakhirnya HGU, kehadiran PTPN XIV di atas tanah adat tersebut tidak lagi memiliki dasar hukum dan dianggap sebagai bentuk perampasan lahan.
Diketahui, pada 2019, PTPN XIV kembali mengklaim HGU atas lahan seluas sekitar 3.458 hektare tanpa persetujuan resmi dari Negeri Tananahu.
Ketua Komisi II DPRD Malteng, Julianus Wattimena, menegaskan bahwa pemerintah negeri dan masyarakat Tananahu konsisten menolak perpanjangan HGU.
Menurutnya, setelah kontrak awal 30 tahun yang dimulai 1982 berakhir pada 2012, tidak ada lagi dasar hukum bagi perusahaan untuk melanjutkan pengelolaan lahan tersebut.
“Kami mempertanyakan dasar penerbitan HGU baru yang diklaim PTPN XIV pada 2019. Kami meminta perusahaan menunjukkan dokumen resmi yang membuktikan adanya pelepasan hak dari Negeri Tananahu,” kata Wattimena.
Sementara itu, Manajer PTPN XIV Kebun Awaya, Fredy Hutahayat, menjelaskan bahwa proses perpanjangan HGU sudah diajukan sejak 2010 dan HGU baru diterbitkan pada 10 Mei 2019 berdasarkan warkah tanah di Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI.
Namun, Raja Negeri Tananahu, Yulia Awayakuane, menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah memberikan persetujuan untuk perpanjangan tersebut.
Ia juga mengungkapkan bahwa selama 30 tahun beroperasi, masyarakat Negeri Tananahu tidak mendapatkan manfaat nyata dari keberadaan PTPN XIV.
Janji perusahaan untuk memberikan lahan dua hektare per keluarga lewat pola PIR tidak pernah direalisasikan. Perekonomian masyarakat tetap stagnan, dan rekrutmen tenaga kerja lokal juga sangat minim.
Atas berbagai kekecewaan tersebut, pemerintah negeri dan masyarakat Negeri Tananahu menolak dengan tegas segala bentuk aktivitas baru PTPN XIV di atas tanah adat mereka.
Mereka menyatakan akan mempertahankan hak ulayat tersebut dan menolak pengelolaan baru, termasuk rencana PTPN XIV untuk menanam kelapa sawit menggantikan karet, cokelat, dan kelapa.
Sebagai informasi, izin HGU PTPN XIV yang diberikan pada 1 Januari 1982 telah berakhir pada 31 Desember 2012, dan hingga kini, BPN belum pernah menerbitkan Surat Keputusan perpanjangan izin HGU untuk perusahaan tersebut.
Tidak ada komentar