Breaking News

Tim Asistensi Hukum Setda Maluku Angkat Bicara Soal HGB Ruko Mardika


Ambon, CahayaLensa.com- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku melalui Biro Hukum Setda Maluku angkat bicara terkait kisruh persoalan Tanah dan Bangunan Rumah Tokoh (Ruko) yang berada di Kawasan Pertokoan Mardika, Kelurahan Rijali, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon. 

Kepala Biro Hukum Setda Maluku, Hendrik Herwawan  bersama Ketua Tim Asistensi Hukum, Fahri Bachmid dan pihak PT BPT  Selasa 18 Oktober 2022 meluruskan persoalan dimaksud dengan menyampaikan bahwa Pemprov Maluku pada tahun 1987 telah melakukan Perjanjian Kerjasama Bangun Guna Serah dengan PT Bumi Perkasa Timur ( BPT) atas bidang tanah seluas 60.690 M2 sesuai Sertifikat Hak Pengelolaan ( SHPL) Nomor 01 Tahun 1986 terletak di Kelurahan Rijali, Kecamatan Sirimau Kota Ambon. 

Disebutkan, berdasarkan perjanjian a quo dibuat melalui Akta Notaris dibuat melalui Akta Notaris Abua Tuasikal, SH tentang Perjanjian Kerjasama Nomor 70 tanggal 26 Januari 1987, kemudian dilakukan Addendum dengan perjanjian tanggal 17 September 1988, dengan jangka waktu perjanjian 30 tahun terhitung 26 Januari 1987 sampai dengan 26 Januari 2017.

Bahwa sesuai substansi perjanjian, PT BPT akan melakukan pembangunan pada SHPL milik Pemda Maluku yakni, kompleks pertokoan (ruko mardika), terminal luar kota dan dalam kota serta 3 buah halte, pelataran parkir kendaraan, los pasar mardika tiga lantai, jalan umum sekitar pertokoan, pos keamanan dan kantor keluarahan, menara kontrol, Musola dan BAPINDO, dan setelah berakhir perjanjian maka seluruh bangunan yang secara hukum beralih sepenuhnya menjadi milik Pemprov Maluku.

Dikatakan, selama masa perjanjian PT. BPT berhak melakukan jual beli ruko yang dibangun kepada pihak lain melalui akta notaris dan menertbitkan SHGB dengan syarat hukum jangka waktu SHGB tidak boleh melewati 30 tahun yakni 2017 sesuai jangka waktu perjanjian antara Pemprov Maluku dan PT. BPT.

Sementara itu, pada periode 2015 sampai 2017 para pemegang SHGB yang akan berakhir jangka waktunya mengajukan permohonan perpanjangan kekantor Pertanahan Kota Ambo. 
"Sesuai ketentuan syarat mutlak perpanjangan SHGB yakni rekomendasi persetujuan dari Pemprov Maluku sesuai perjanjian a quo"

Selanjutnya permohonan rekomendasi yang diajukan pemegang SHGB yang akan berakhir masa berlaku maka Gubernur Maluku menerbitkan rekomendasi dengan syarat dan ketentuan berlaku yakni tanah dan bangunan adalah milik pemprov maluku sesuai perjanjian a quo, persetujuan perpanjangan hanya untuk waktu satu tahun dari 2017 sampai 2027, pelarangan memindahtangankan tangan dan bangunan ruko tanpa izin tertulis dari pemprov, pengenaan biaya atas pemanfaatan tanah san bangunan penerima rekomendasi langsung disetor ke rekening kas daerah promal setelah biaya dihitung oleh tim aprissal, serta pengaturan lanjutan rekomendasi aka  diatur melalui perjanjian antara pemprov dengan pemegang saham SHGB pertokoan mardika. 

Pada kurun waktu 2017 sampai dengan 2021 pemprov telah melakukan uji petik atas lokasi ruko dan sosialisasi serta beberapa kali pertemuan dengan penghuni ruko dan pemegang SHGB, ditemukan fakta lapangan, terdapat 256 unit ruko yang mana hampir 70 persen telah berakhir jangka waktu perpanjangan baik sejak 2007 dan 2017 serta 90 persen ruko disewakan kepada pihak lain tanpa ijin tertulis dari pemprov maluku. 

Pemprov juga telah mengeluarkan keputusan tentang nilai sewa bagi pemegang SHGB 2017 s/d4 2021 dengan rumusan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
"Atas penetapan nilai sewa tersebut dari 256 unit sejak 2017 s/d 2021 yang telah membayar 33 orang/ unit dengan total nilai Rp. 1.765.049.620 sementara yang tidak membayar 223 unit dengan nilai piutang Rp.16.000.000.000 dan telah menjadi temuan BPK RI. 

Rincian 33 orang yang telah membayar lunas, untuk 5 tahun 11 orang sedangkan yang lain dibawah 4 tahun. 

Fakta lapangan membuktikan yang sudah membayar maupun yang belum telah meyewakan ruko tersebut kepada pihak lain tanpa ijin tertulis dari pemprov dengan nilai kisaran diatas 50.000.000 namun tidak membayarkan sewa kepada pemprov.

Selain itu, 69 orang pemegang SHGB telah melakukan gugatan perdata melawan Gubernur Maluku ( tergugat I) PT Bumi Perkasa Timur (BPT) (tergugat II), Kepala Pertanahan Kota Ambon ( turut tergugat) dengan unit sengketa 80 unit rumah dengan pokok gugatan meminta sertifikat hak guna bangunan ruko menjadi milik mereka untuk selamanya. Gugatan mereka telah diperiksa dan diadili oleh majelis hakim tingkat pertama, putusan pengadilan negeri penggugat dimenangkan, amar putusan gugatan diterima sebahagian dan putusan tingkat banding penggugat dikalahkan- amar putusan gugatan ditolak untuk seluruhnya. Sementara tingkat kasasi Mahkamah Agung RI dengan nomor perkara 2955 K/pdt/2022 sesuai informasi dari portal Kepaniteraan MA RI permohonan kasasi para pemohon tan setiawan dkk telah diputus tanggal 7 September dengan amar putusan ditolak. 

Terhadap putusan kasasi tersebut maka kedudukan hukum pemprov maluku sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat serta berkekuatan hukum tetap. 

Selanjutnya dalam rangka optimalisasi peningkatan pendapatan melalui pemanfaatan aset daerah maka pemprov telah melakukan proses pemilihan mitra kerjasama pemanfaatan atas aset tanah dan bangunan ruko mardika sebanyak 140 unit (tidak termasuk 80 unit objek sengketa) dengan dpilihnya PT. Bumi Perkasa Timur untuk pemanfaatan 140 unit ruko dalam jangka waktu 15 tahun dengan besaran kontribusi Rp.59.000.000.000 dengan pembagian keuntungan 5 persen dari profit perusahaan dengan denda keterlambatan pembayaran 1/1000 per hari dari nilai kontrak. Pemilihan mitra pemanfaan ditandatangani sesuai Akta Notaris Roy Prabowo Lenggono nomor 21 tanggal 13 juli 2022. Besaran kontribusi didasarkan pada nilai wajar sesuai hitungan kantor Jasa Penilai Publik Pung'S Zulkarnain dan rekan disesuaikan dengan penetapan nilai koofisien 3,33 persen.

Bahwa dalam kurun waktu Januari sampai Oktober 2022 beberapa orang mengatasnamakan pemilik ruko mardika melaporkan Pemprov Maluku kepada DPRD Maluku Cq Komisi III, Komisi Hak Asasi Manusia Perwakilan Maluku, melakukan unjuk rasa serta membangun opini dimedia jika pemprov melakukan perbuatan melawan hukum dan merampas hak masyarakat dipertokoan mardika namun faktanya Pemprov Maluku dalam pihak yang dirugikan telah di serobot hak atas tanah dan bangunan dan penggelapan atas Pendapatan Daerah dari asef tanah dan bangunan rumo mardika. (CL)


Tidak ada komentar