Komisi II DPRD Maluku Dukung Proyek Nasional di Hutan Lindung Air Louw, Tegaskan Hak Masyarakat Adat Harus Dijaga
AMBON, CahayaLensa.com – Komisi II DPRD Maluku menyatakan dukungan penuh terhadap rencana pemerintah dalam program pembangunan nasional di kawasan hutan lindung Air Louw, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, terutama menyangkut kepentingan pertahanan negara. Namun, DPRD menegaskan bahwa hak-hak masyarakat adat setempat harus tetap diperhatikan.
Ketua Komisi II DPRD Maluku, Irawadi, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan peninjauan lapangan di lokasi tersebut. Kawasan itu direncanakan menjadi lokasi sejumlah proyek strategis nasional, termasuk pembangunan stasiun radar TNI Angkatan Udara serta Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) atau kincir angin.
Namun, lahan yang ditetapkan sebagai lokasi pembangunan diklaim oleh warga sebagai bagian dari hutan adat yang telah mereka kuasai turun-temurun sejak sebelum kemerdekaan Indonesia.
“Sehingga DPRD Maluku melalui Komisi I dan Komisi II melakukan peninjauan langsung guna menelusuri lebih mendalam terkait status hukum dan penguasaan lahan tersebut,” ujar Irawadi di Ambon
Menurutnya, kawasan tersebut memang telah dikeluarkan dari status hutan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup pada 2016 dan diperbarui kembali pada 2024 atas permintaan Kementerian Pertahanan. Namun, persoalan muncul karena masyarakat lokal tidak mengetahui adanya keputusan tersebut.
Selain pembangunan stasiun radar, kawasan Air Louw juga tengah disurvei untuk proyek PLTB oleh pihak swasta serta program penyediaan air bersih. Oleh karena itu, Irawadi menegaskan perlunya sinkronisasi agar pembangunan tidak menimbulkan tumpang tindih dan konflik dengan warga.
“Yang paling penting adalah pembangunan harus diselaraskan dengan kepentingan masyarakat sehingga tidak menimbulkan masalah baru,” katanya.
Untuk memastikan langkah yang komprehensif, DPRD Maluku melalui Komisi I dan II mengagendakan rapat gabungan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Rapat itu akan menghadirkan Dinas Kehutanan, BPN, Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Lingkungan Hidup, Kementerian Pertahanan, serta pihak swasta.
“Dari hasil rapat gabungan ini, kami akan menindaklanjutinya ke kementerian terkait guna meminta penjelasan dan memastikan proses pembangunan di kawasan tersebut tetap berjalan tanpa mengabaikan hak masyarakat lokal,” tandas Irawadi.
Tidak ada komentar