Breaking News

Lidah yang Tak Terdidik



Oleh :
Yakob Godlif Malatuny, M.Pd 

Barangsiapa mau menjadi guru, biarkan dia memulai mengajar dirinya sendiri sebelum mengajar orang lain; dan biarkan dia mengajar dengan teladan sebelum mengajar dengan kata-kata. Sebab mereka yang mengajar dirinya sendiri dengan mengoreksi perbuatan-perbuatannya sendiri lebih berhak atas penghormatan dan kemuliaan daripada mereka yang hanya mengajar orang lain dan mengoreksi perbuatan-perbuatan orang.

Kata-kata  super  dari  Kahlil  Gibran  di  atas  sengaja  saya  kutip  sebagai  bahan  refleksi  bagi oknum  guru  yang  sudah  terlajur  mematahkan  hati  anak  didiknya  lewat  kata-kata. Bagaimana mungkin sampai hati ada guru yang sudah terdidik namun masih memproduksi kata-kata yang tak mendidik. Deretan kasus penghinaan oleh oknum guru terhadap anak didik di Tanah Air memberi bukti nyata pada kita bahwa masih ada oknum guru memiliki lidah tak yang terdidik.

Dilansir  dari  laman  tribunnews.com,  seorang  guru  SMA  berinisial  FR  dengan  begitu  teganya menghina anak didiknya berinisial JO selama bertahun-tahun.  Lantaran JO banyak bertanya di kelas tentang Aljabar yang merupakan salah satu pelajaran yang paling sulit ia pahami.

Lebih lanjut, kasus penghinaan pada tahun 2017 yang dilakukan oleh seorang guru terhadap anak didiknya pada salah satu SMP di Kabupaten Lembata, NTT sehingga membuat anak didiknya nyaris mengakhiri hidupnya dengan menenggak obat pembasmi rumput. Ia nekad melakukan itu karena malu atas hinaan gurunya saat pelajaran Bahasa Indonesia.

Kasus penghinaan pada tahun 2016 seperti yang terjadi di salah satu SMP di Kota Banjar. Seorang oknum  guru  berinisial  AS,  beberapa  waktu  lalu  diduga  telah  menghina  dan melecehkan empat orang anak didiknya hanya karena tidak mengikuti mata pelajarannya. Oknum  guru  tersebut  diduga telah  melontarkan  kata-kata  kasar  terhadap  empat  orang anak didiknya.

Lebih parahnya lagi, pada November 2017 silam seorang guru di SMP di Kabupaten Selayar menghina  bahkan  menampar  anak  didiknya.  Persoalan  ini  pun  berlanjut  ke  meja  hijau karena orangtuanya tidak terima dengan tindakan guru tersebut. Orangtuanya bersikukuh tidak mau memaafkan perlakuan sang guru dan menolak berdamai.

Sungguh  sangat  disayangkan,  guru  seharusnya  memotivasi  dan  membangun  setiap  anak didik melalui  kata-kata  yang  mendidik  malah  berubah  memproduksi  kata-kata  yang merendahkan harkat  dan  martabat  anak  didiknya.  Guru  yang  seharusnya  berkontribusi positif  untuk  menjaga kesehatan  moral  anak  didik  malah  turut  membawa  mereka  pada keterpurukan moral lewat cercaan dan hinaan.

Sudah  pasti  anak  didik  yang  mengalami  kejadian  tak  sedap  ini  dicekam  oleh  kepedihan yang mendalam  bahkan  menjadi  duka  yang  bisu  bila  kejadian  yang  menimpanya  tak mencuat  ke permukaan  untuk  mendapat  penangan  serius  dari  pihak-pihak  yang bertanggung jawab.

Memulai dan Terbiasa 

Jika seorang guru mulai mengucapkan kata-kata yang tak mendidik, maka sudah pasti ia akan terbiasa  mengucapkannya.  Sebuah  tanda  pendidikan  cilaka,  tercermin  pada  kata-kata guru yang tak lagi mendidik. Sekolah akan menjadi wahana yang menyeramkan bagi anak didik, jika mereka kerap kali mendengar hinaan dan cercaan dari guru.

Bila kembali pada ingatan, saya pernah dihina, dicerca, bahkan dipukul oleh oknum guru yang pernah membangkitkan hantu kebencian dalam  dirinya hanya karena alasan sepele, seperti bermain bola kaki dan menonton tv. Ironisnya, ia tak hanya menghina, mencerca, dan memukul saya dan beberapa kolega, ia juga mengungkit semua kekurangan keluarga kami. Itulah yang membuat hati kami luka.

Oknum guru tersebut mengabdi pada salah satu SMA di Kecamatan Nirunmas, Kabupaten Maluku Tenggara  Barat.  Acap  kali  ia  melontarkan  kata-kata  hinaan,  cercaan  bahkan memukul  anak didiknya  hanya  karena  kesalahan  kecil.  Hal  ini  sama  sekali  tak mencerminkan kebajikan sebagai seorang guru. Lantas kenapa para pengawas dan Kepala Dinas  Pendidikan  Provinsi  Maluku masih  belum  bisa  mendeteksi  kelakuan  oknum  guru tersebut  kemudian  memberi  sanksi?  Saat berburuk  sangka,  saya  ingin  mengatakan  ada “permainan” di balik semua ini demi mengamankan oknum guru tersebut.

Demi mencegah hal buruk terus terjadi pada setiap anak didik, maka diperlukan  tindakan  nyata dari beberapa pihak melalui beberapa cara. Pertama, orang tua dari anak didik yang  menjadi  korban perlakuan  oknum  guru  tersebut  mesti  melaporkan  pada  Kepala  Dinas Pendidikan  Provinsi Maluku.  Kedua,  warga  tak  perlu  tinggal  diam  jika  oknum  guru tersebut terus bertindak semana mena pada anak didik di sekolah. Mengumpulkan bukti-bukti dan segera laporkan pada kepolisian setempat adalah jalan vital yang mesti ditempuh warga.

Ketiga,  kepada  pengawas  dari  Dinas  Pendidikan  Provinsi  Maluku  jika  melakukan pengawasan terhadap  para  guru  di  sekolah,  jangan  lupa  mengecek  setiap  tindakan  guru yang  dianggap tidak terpuji  dari  setiap  anak  didik.  Segera  tegur,  bila  perlu  memberi peringatan  keras  pada  oknum guru  yang  mengina,  mencerca,  dan  memukul  anak  didik hanya karena alasan sepele.

Yang Mulia anak didik sebagai generasi penerus bangsa mesti dilindungi dari segala macam perkataan  dan  tindakan  yang  tidak  terpuji.  Karena  kepada  generasi penerus masa  depan bangsa digantungkan.  Dan  guru  merupakan  salah  satu  aktor  kunci  yang  bisa menyelamatkan masa depan anak bangsa. Lebih dari itu, ditangan guru hitam putih nasib anak bangsa ditentukan.***

Tidak ada komentar