Breaking News

Hattu Tantang Tamaela Terkait Eigendom Verponding Desa Hunuth

Ambon,Cahayalensa.com - Aliansi Masyarakat Peduli Hunuth-Durian Patah (MPHDP) menggelar penyuluhan hukum dengan tema Sosialisasi Hukum  Menuju Masyarakat Yang Cerdas. Hal ini dilakukan agar dapat mencerahkan pemahaman masyarakat tentang hukum. Karena keterbatasan pemahaman hukum membuat masyarakat dilema dan tertekan terhadap persoalan tanah Eigendom Verponding

Hadirnya Advokat Senior Dr. Hermanus Hattu, SH., MH sebagai narasumber dalam kegiatan itu sangat membantu masyarakat desa Hunuth-Durian Patah dalam memahami persoalan hukum berkaitan dengan tanah Eigendom Verponding Nomor 1036 itu.

Usai menyampaikan materi, kepada Pers, Sabtu (19/06/2021), Hattu meminta Pemerintah untuk segera memfasilitasi persoalan ini agar dapat diselesaikan secara baik dan damai. Karena ketaatan terhadap Putusan Pengadilan Negeri Ambon, Putusan Pengadilan Tinggi Maluku dan Putusan Mahkhama Agung Republik Indonesia  itulah yang dijadikan dasar dan rujukan sehingga tidak melahirkan perbedaan pendapat maupun konflik kepentingan.

“Kalau aturan hukum  diletakan, maka semua harus taat”.  Tegas Hattu

Mantan Anggota DPRD Provinsi Maluku itu juga meminta agar ketika berbicara ataupun bertindak terhadap persoalan tanah Eigendom Verponding itu harus mempunyai dasar atau legitimasi yang jelas. Jangan berbicara tanpa dasar apalagi mengancam.

“Yang pasti, Putusan Pengadilan Negeri Ambon, Putusan Pengadilan Tinggi Maluku dan Putusan Mahkhama Agung Republik Indonesia, sebahagian besar tanah yang ada di Desa Hunuth-Durian Patah itu sudah dikuasia oleh Negara yang diperuntuhkan bagi masyarakat” jelas Hattu

Beliau juga membenarkan bahwa keluarga Tamaela dulunya mempunyai hak Eigendom Verponding namun tidak mentaati peraturan mengenai konversi maka Negara mengambil alih dan hal tersebut sesuai dengan ketentuan Undang-Undang dan ketentuan dimaksud telah ditegaskan dalam Putusan Pengadilan.  Itu berarti selanjutnya menjadi tugas Negara dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengatur dan  mensiasati agar masyarakat bisa mendapatkan kepastian hukum.

Lanjut Hattu, menurut Undang-Undang, jika tanah sudah ditempati lebih dari 20 Tahun maka dapat diusulkan untuk menjadi hak masyarakat. sehingga langkah-langkah hukum  yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan pasti akan dilakukan jika hak-hak masyarakat itu diabaikan.

“Rata-rata masyarakat sudah tempati tanah itu diatas 20 Tahun, malah ada yang sudah 80 sekian Tahun lebih” ungkapnya

Karena itu, Hattu sangat menyayangkan jika ada tindakan-tindakan yang dilakukan dengan menggunakan legalitas dan kekuasaan tertentu untuk mengancam dan menakuti masyarakat.

“Cuma satu hal yang saya minta, jangan ada yang ancam-ancam masyarakat.  Hidup kita bagaikan roda, satu ketika kita berkuasa, satu ketika juga kita jadi rakyat biasa” tandasnya

“Kalau berani dan merasa dirugikan maka silahkan gugat di pengadilan. Itu baru bilang fair” Tantang Akademisi Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) itu


Senada dengan Hattu, Ketua Aliansi MPHDP Yondri Victor Kappuw, ST mengatakan, tanah Eigendom Verponding Nomor 1036 ini masih dipersoalkan. Namun secara yuridis berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Ambon, Putusan Pengadilan Tinggi Maluku dan Putusan Mahkhama Agung Republik Indonesia telah dimenangkan oleh mantan Kepala Desa Hunuth-Durian Patah, Rendhard Kappuw sebagai tergugat.

Putusan Mahkhama Agung Republik Indonesia Bersifat Kekuatan Hukum Tetap, artinya putusan tersebut mewajibkan siapapun baik penggugat maupun tergugat atau pihak lainnya yang tinggal dan berkepentingan diatas bidang tanah bekas Eigendom Verponding Nomor 1036 untuk tunduk dan patuh terhadap isi putusan pengadilan tersebut.

Namun, Kappuw menyayangkan tindakan Penyuluhan Pendaftaran Tanah Sistematis dan Lengkap (PTSL) yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Negara yang terkesan berpihak kepada keluarga Tamaela dengan alasan memiliki buku tanah. Padahal jelas-jelas sudah ada Putusan Pengadilan terkait tanah Eigendom Verponding Nomor 1036 itu.

Sehingga masyarakat merasa dilema dan dihantui perasaan takut karena diduga ada banyak masyarakat yang diancam akan dieksekusi /digusur rumahnya apabila berpihak dan mengatakan bahwa tanah ini milik Negara.

“Bahwa sapa yang berpihak dan mengatakan itu tanah Negara akan dieksekusi atau digusur. Tapi kalau berpihak kepada keluarga Tamaela itu harus membawa kompensasi” jelas Kappuw

Kappuw berpikir ini adalah sebuah proses pembodohan yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Negara karena mengiakan orang yang bukan lagi pemilik sesuai Putusan Pengadilan.

“Kita tetap berpatokan kepada Putusan Pengadilan yaitu putusan Makhama Agung”  tegas Kappuw

Kappuw juga merasa heran, karena selama 6 Tahun memimpin sebagai Kepala Desa Hunuth-Durian Patah, kelurga Tamaela tidak pernah datang dan menunjukan bukti-bukti autentik terkait dengan kepemilikan tanah yang membuktikan itu Tanah miliknya.

“Kalau dia bilang dia punya kenapa pada saat beta dan mantan kepala desa selama 6 tahun memimpin dia tidak datang dengan dia punya bukti-bukti autentik bahwa tanah ini milik dia” ungkapnya (CL-02)

Tidak ada komentar