Breaking News

Anggota DPRD Maluku Desak Evaluasi Total Program MBG Pasca Tragedi Keracunan Massal di Kairatu


AMBON, CahayaLensa.com
– Tragedi keracunan massal akibat konsumsi Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang menimpa lebih dari 100 siswa di Desa Kairatu, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Maluku, pada Senin (20/10/2025), mengundang keprihatinan mendalam dari berbagai pihak. Peristiwa ini tidak hanya mengancam kesehatan para siswa, tetapi juga mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap keamanan program pemerintah tersebut.

Korban keracunan diketahui berasal dari beberapa satuan pendidikan, antara lain SD Inpres Talaga Ratu, MI 2 Kairatu, serta salah satu PAUD di Desa Kairatu. Setelah mengonsumsi makanan dari program MBG, ratusan siswa mengalami gejala mual, muntah, dan pusing hingga harus dilarikan ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan medis. Insiden ini meninggalkan trauma mendalam, baik bagi para siswa maupun orang tua mereka.

Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi I DPRD Provinsi Maluku, Ismail Marasabessy, menyatakan bahwa kejadian ini memiliki dampak yang serius terhadap kondisi fisik dan psikologis anak-anak. “Keracunan yang terjadi di SBB ini sangat berpengaruh terhadap psikologis anak-anak kita. Hingga kini mereka masih takut mengonsumsi makanan bergizi gratis tersebut,” ujar Marasabessy kepada wartawan di Gedung DPRD Maluku, Karang Panjang, Ambon, Selasa (21/10/2025).

Menurutnya, tragedi ini juga memicu kekhawatiran di kalangan orang tua. Banyak dari mereka kini melarang anak-anaknya untuk mengonsumsi makanan dari program MBG di sekolah. “Ini menjadi cerita tersendiri bahwa makanan bergizi yang seharusnya menyehatkan justru menimbulkan ketakutan. Orang tua kini lebih waspada dan tidak lagi mengizinkan anak-anak mereka memakan MBG dari sekolah,” ujarnya.

Politisi Partai NasDem tersebut menegaskan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program MBG. Ia menekankan bahwa jika program ini merupakan kebijakan resmi pemerintah, maka pelaksanaannya harus dilakukan secara bertanggung jawab, dengan menjamin kualitas dan keamanan pangan yang diberikan kepada siswa.

“Kalau MBG ini benar-benar bergizi, jalankan dengan penuh tanggung jawab. Tapi kalau justru menjadi racun bagi anak-anak, sebaiknya dihentikan karena tidak ada manfaatnya,” tegas Marasabessy.

Ia juga mengungkapkan bahwa program MBG masih dalam tahap awal dan baru diterapkan di beberapa wilayah di Kabupaten SBB, seperti Kairatu, Waimital (Gemba), dan Hatusua. Sementara sejumlah wilayah lainnya belum menerima program tersebut.

“Program ini harus dievaluasi sebelum diperluas ke daerah lain. Banyak orang tua kini khawatir dan enggan menerima MBG karena dampak dari kejadian kemarin,” tambahnya.

Sebagai solusi, Marasabessy mengusulkan agar sekolah-sekolah yang belum menerima program MBG, khususnya di wilayah pegunungan, diberikan dana langsung untuk dikelola oleh pihak sekolah dengan pengawasan yang ketat. Dengan demikian, sekolah dapat bertanggung jawab penuh atas makanan yang dikonsumsi siswa.

“Tidak mungkin pihak sekolah dengan sengaja memasak makanan untuk meracuni murid-muridnya sendiri. Jadi ada baiknya dana MBG diserahkan ke sekolah agar mereka bisa mengatur menu, kebersihan, dan pengawasan makanan dengan baik,” tandasnya.

Diketahui, dapur penyedia makanan MBG di wilayah tersebut dikelola oleh Eko Bidiona selaku penanggung jawab dari “Dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Yayasan Al-Barqah Nahdliyin Waimital” yang berlokasi di Jalan Trans Seram, Kecamatan Kairatu, Kabupaten SBB, Maluku.

Pihak kepolisian hingga kini masih melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut untuk memastikan penyebab pasti keracunan serta mengidentifikasi pihak yang bertanggung jawab.

Marasabessy juga mendesak agar Polres SBB segera mengusut tuntas kasus ini karena diduga terdapat unsur kelalaian yang mengancam nyawa orang lain. “Pihak kepolisian harus segera menindaklanjuti kasus ini. Jika terbukti lalai, dapur penyedia MBG tersebut harus dicabut izinnya,” tegasnya.

Tidak ada komentar