Breaking News

Ketika Sinyal Jadi Penentu Hidup Orang Ambon

Ambon, CahayaLensa.com – Malam itu, Amira (18) duduk gelisah di kamar kosnya di Baguala. Matanya terpaku pada layar ponsel yang menampilkan tulisan “sending…”. 

Tugas sekolah yang harus segera ia kirim belum juga terkirim. Berkali-kali ia mencoba, berkali-kali pula gagal. 

“Kalau malam jaringan bisa lambat sekali. Kadang sampai tiga kali ulang baru bisa terkirim. Padahal batas pengumpulan sudah dekat,” katanya. 

Bagi Amira, sinyal bukan lagi sekadar alat komunikasi, melainkan penentu nilai rapornya.

Di sudut kota lain, Rahmat (35) berusaha tetap tenang meski layar rapat daring tiba-tiba membeku. Sebagai ASN Pemkot Ambon, ia kerap mengikuti pertemuan dengan kementerian di Jakarta. 

“Harga paket Indosat memang murah, tapi jaringan suka terputus di tengah rapat. Itu bikin kerjaan terhambat,” ujarnya. 

Untuk mengantisipasi, ia bahkan menyiapkan kartu SIM cadangan dari operator lain. Baginya, kelancaran sinyal sama pentingnya dengan kelancaran roda birokrasi.

Beda lagi dengan Steven (22), mahasiswa yang menjadikan gim online sebagai hiburan sekaligus pelepas penat. Ia mengaku sering kecewa karena ping naik turun saat bermain.

“Kadang teman-teman bilang, bukan lawan yang bikin kalah, tapi jaringan,” ucapnya, mencoba bercanda meski kesal. Di balik tawa itu, ada rasa frustasi karena dunia digital yang ia nikmati justru sering terputus di tengah jalan.

Sementara itu, di Pasar Mardika, Rina (40) tengah menata pakaian yang ia jual sambil sesekali mengecek WhatsApp. Pesan masuk dari pelanggan adalah denyut usahanya. Sayang, sinyal yang sering hilang membuat komunikasi tersendat. 

“Pernah ada yang sudah order, tapi batal karena saya baru balas berjam-jam kemudian,” kenangnya.

Bagi pedagang kecil sepertinya, paket murah memang membantu, tapi kestabilan jaringan adalah kunci agar rezeki tak lari begitu saja.

Di balik kisah Amira, Rahmat, Steven, dan Rina, tersimpan keresahan yang sama: warga Ambon butuh internet yang lebih stabil. Murah memang meringankan, tetapi kualitas jaringanlah yang menentukan. 

Dr. Lydia Salhuteru, akademisi Universitas Pattimura, mengingatkan bahwa internet sudah menjadi kebutuhan pokok. 

“Perusahaan seperti Indosat sebaiknya mendengar keluhan pengguna, lalu menyesuaikan layanan sesuai kebutuhan lokal,” ujarnya.

Harapan warga Ambon sederhana: belajar tanpa resah, bekerja tanpa terputus, bermain gim tanpa frustrasi, dan berdagang tanpa kehilangan pembeli. 

Namun untuk saat ini, mereka masih menunggu apakah jaringan akan benar-benar diperbaiki, ataukah kisah tentang “murah tapi lemot” akan terus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Tidak ada komentar